Sabtu 11 Syawal 1445 - 20 April 2024
Indonesian

Perbedaan Antara Kelompok Akidah Dan Mazhab Fikih. Apakah Kita Menikahkan Orang Ahli Bid’ah?

69836

Tanggal Tayang : 03-11-2019

Penampilan-penampilan : 23188

Pertanyaan

Apa perbedaan antara ahlus Sunnah wal jamaah dan mazhab lainnya (seperti Syafiiyyah, Malikiyah dan lainnya) apakah wanita dari ahlus Sunnah wal jamaah menikah dengan lelaki yang tidak berafiliasi pada suatu mazhab?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Ahlus Sunnah wal jamaah tidak diseterukan dengan Malikiyah, Syafiiyyah, Hanabilah dan semisalnya. Bahkan diseteruan dengan ahli bid’ah dan sesat dalam keyakinan dan manhaj. Seperti Asy’ariyah, Mu’tazilah, Murjiah, Sufiyah dan semisalnya.

Hanafiyah, Malikiyah,Syafiiayh dan Hanabilah adalah madrasah fikih. Para imamnya dari ahlus Sunnah wal jamaah bahkan termasuk pemimpin ahlus Sunnah wal jamaah. Akan tetapi sangat disayangkan kebanyakan para pengikut mazhab dan madrasah itu mengikuti keyakinan ahli bid’ah dan kesesatan. Maka kebanyakan dari (pengikut) Syafiiyah dan Malikiyah dari kalangan Asy’ariyyah. Kebanyakan (pengikut) Hanafiyah dari kalangan Maturidiyah. Dan Hambali selamat –kecuali sedikit sekali dari mereka- menyandarkan keyakinan ke selain ahlus Sunnah wal jamaah.  

Asalnya seorang muslim itu komitmen dengan kitab dan Sunnah menurut pemahaman dan petunjuk para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam dan para pengikutnya dengan baik. Adapun mengikuti mazhab di antara empat mazhab ini atau lainnya tidak diwajibkan dan tidak disunnahkan. Tidaklah seorang muslim diharuskan mengikut salah satunya secara khusus. Justeru berkomitmen hanya dengan satu mazhab saja dalam semua permasalahan, maka hal itu merupakan fanatisme keliru dan taklid buta.” (Hal Al-Muslim Mulzimun Bittiba’ Mazhab Mu’ayyan Min Mazahib Arba’ah, karangan Ma’syumi, hal. 38)

Mengikuti mazhab fikih empat bagi seorang muslim tidak mengapa kalau dia tidak punya ilmu untuk menyimpulkan  hukum dari Kitab dan Sunnah. Akan tetapi kapan tampak baginya kebenaran itu menyalahi mazhabnya, maka dia wajib mengikuti kebenaran dan meninggalkan mazhabnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Allah telah mencela dalam Al-Qur’an orang yang enggan mengikuti Rasul dan lebih memilih  agama nenek moyangnya. Ini adalah taklid (fanatik) yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Yaitu mengikuti selain Rasul dalam perkara yang menyelisihi ajaran Rasul. Ini sepakat diharamkan oleh umat Islam kepada semua orang. Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Kholik.

Ketaatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah wajib bagi setiap orang, baik khusus maupun umum, dalam setiap waktu dan setiap tempat, dalam kondisi sembunyi maupun terang-terangan dalam seluruh kondisinya. Sekitar 40 tempat dalam Al-Qur’an Allah telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk taat kepada Rasul.

Taklidnya orang lemah untuk mengambil dalil dari ulama dibolehkan menurut jumhur (mayoritas) ulama. Fanatik yang diharamkan dalam Nash (Quran & Hadits) dan Ijmak jika menyalahi firman Allah dan Rasul-Nya dari siapapun orangnya.” (Majmu Fatawa, 19/260-266).

Pengikut salaf adalah orang yang istiqamah (memegang) Kitab dan Sunnah dalam akidah, fikih dan akhlak. Tidak menyalahi apa yang telah ditetapkan dalam Kitab dan Sunnah dan kesepakatan salaful ummah.

Syekh Sholeh Al-Fauzan hafizahullah mengatakan, “Maksud mazhab salafi adalah mengikuti salaf umat ini dari kalangan para shahabat, tabiin dan para imam terkenal dalam keyakinan yang benar, manhaj yang selamat, iman yang jujur, komitmen dengan Islam, aqidah, syariat, adab dan prilakunya. Berbeda dengan orang ahli bid’ah yang menyeleweng dan menyelisihi.

Di antara orang yang terkenal mengajak kepada mazhab salaf adalah imam empat (Abu hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, muridnya, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, dan muridnya serta selain dari mereka semua orang yang melakukan perbaikan dan pembaruan. Kaena tidak pernah kosong dalam suatu masa dari adanya oang  yang menegakkan ajaran Allah.

Tidak mengapa dengan penamaan ahlus Sunnah wal jamaah, sebagai pembeda antara mereka dengan mazhab yang menyimpang. Ini bukan menyucikan diri akan tetapi membedakan antara ahli hak dan ahli batil.” (Al-Muntaqa Min Fatawa Syekh Al-Fauzan, 1/soal no. 206).

Dengan demikian, jika ada yang datang untuk menikahi wanita muslimah orang yang diridhai agama dan akhlaknya, maka hendaknya dia menerimanya meskipun orang itu tidak berafiliasi ke salah satu mazhab. Adapun jika yang datang  dari kelompok sesat dan menyesatkan, maka jangan diterima.

Wallahuh a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam