Sabtu 18 Syawal 1445 - 27 April 2024
Indonesian

Apakah Mencari Urusan Dunia Dapat mendatangkan Kegundahan

Pertanyaan

Aku mendengar perkataan di video, sejauhmana kebenarannya “Tidaklah seorang hamba mencari urusan dunia, kecuali dia akan mendapatkan kegundahan?”

Ringkasan Jawaban

Perkataan yang disebutkan dalam pertanyaan di atas tidak shahih dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Tidak ada sedikitpun riwayat yang shahih menyatakan larangan berdoa untuk kebaikan dunia. Maka tidak benar bahwa doa untuk itu akan mendatangkan kegelisahan. Yang ada adalah, peringatan kalau kesibukan dengannya (urusan dunia) membuatnya lalai dari urusan akhirat atau mencari sesuatu yang tidak halal.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Kalau ungkapannya secara umum seperti ini, dengan global, tidak diragukan lagi bahwa pernyataan itu adalah batil. Karena orang-orang senantiasa meminta kepada Tuhannya dan mengagungkannya dan harapan dari apa yang ingin didapatkan dari urusan agama dan dunianya.

Dalam syariat tidak ada larangan meminta kebaikan dunia dan berusaha mendapatkannya. Akan tetapi yang dilarang dan tercela adalah ketika seorang hamba  tidak ada keinginan dan kesibukan untuk akhirat serta tidak berusaha kesana dan tidak ada keinginan untuk mendapatkan (akhirat). Keinginan, kesibukan serta doanya hanya untuk mendapatkan dunia semata.

Allah ta’ala berfirman:

فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ * وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ* أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

البقرة/200-202  

“Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 200-202)

(HR. Ibnu Majah, no. 3846 dan lainnya, dishahihkan oleh Al-Albani)

Dari Anas bin Malik, dikatakan kepadanya bahwa saudaramu datang dari Bashrah –dan saat itu dia sedang berada di zawiyah-  mereka minta didoakan olehnya. Maka dia berdoa;

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا، وَارْحَمْنَا، وَآتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، فَاسْتَزَادُوهُ، فَقَالَ مِثْلَهَا، فَقَالَ: إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا، فَقَدْ أُوتِيتُمْ خَيْرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ .

“Ya Allah ampunilah (dosa-dosa) kami, kasihani kami, dan berikan kepada kami kebaikan dunia dan kebaikan akhrat. Serta jauhkan kami dari siksa neraka.”

Mereka minta terus ditambahkan doanya. Maka dia berkata, ‘Kalau kalian mendapatkan ini, kalian diberikan kebaikan dunia dan akhirat.’ (HR. Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod, no. 633 dishahihkan oleh Al-Albani)

Bahkan sebaliknya, ada dalil yang menunjukkan dianjurkannya hal itu. Dari Aisyah radhiallahu anha sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi  wa sallam, beliau mengajarkan kepadanya doa ini,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ الْخَيْرِ كُلِّهِ، عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الشَّرِّ كُلِّهِ، عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَاذَ بِهِ عَبْدُكَ وَنَبِيُّكَ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَاءٍ قَضَيْتَهُ لِي خَيْرًا

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu semua kebaikan, yang disegerakan atau diakhirkan, apa yang aku ketahui darinya dan apa yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari semua keburukan, yang disegerakan atau yang diakhirkan, apa yang aku ketahui darinya dan apa yang tidak aku ketahui. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikan apa yang diminta oleh hamba dan Nabi-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang diminta perlindungan oleh hamba dan Nabi-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu surga dan apa yang dapat mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan atau perbuatan, dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa yang dapat mendekatkan kepadanya baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku memohon kepada-Mu semua ketentuan yang telah Engkau tentukan itu baik untuk diriku.”

Dan dari Anas, dia berkata, “Suatu hari aku masuk (ke rumah) Nabi sallallahu alaihi  wa sallam Adapun waktu itu tidak ada orang kecuali aku, ibuku dan Ummu Haram bibiku, tiba-tiba (beliau) masuk menemui kami, seraya berkata, ‘Mari kita melakukan shalat?’ Padahal waktu itu bukan waktu shalat. Maka ada seseorang dari suatu kaum berkata, ‘Anas diposisikan di sebelah mana?’ beliau berkata, ‘dia di sebelah kanannya.’ Kemudian beliau shalat bersama kami, lalu berdoa kebaikan untuk kami sekeluarga  dengan doa kebaikan, baik kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Maka ibuku berkata, ‘Wahai Rasulullah, tolong doakan kebaikan untuk pembantumu (Anas).’ Maka beliau mendoakan semua kebaikan untuk diriku. Dimana diakhir doanya beliau berdoa, ‘Ya Allah, perbanyak harta dan anaknya serta berikan keberkahan untuknya.” (HR. Bukhari, di kitab Al-Adab Al-Mufrod, no. 88, dishahihkan oleh Al-Albani)

Kedua:

Yang tercela terkait hal ini ada dua perkara:

Pertama: Ketika dunia menjadi keinginan terbesar dan usaha seorang hamba, seperti penjelasan tadi. Adapun akhiratnya tidak ada keinginan sama sekali dan tidak ada usaha untuk mendapatkan bagiannya.

Doa termasuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah yang maha mulia, dan salah satu dari bentuk ibadah serta termasuk salah satu sarana untuk mendapatkan berupa urusan dunia.

Dari Ubay bin Ka’b dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

 بَشِّرْ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ، وَالنَّصْرِ، وَالتَّمْكِينِ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الْآخِرَةِ لِلدُّنْيَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الْآخِرَةِ نَصِيبٌ

رواه أحمد (21223) وغيره ، وصححه الألباني .

“Berikan kabar gembira untuk umat ini dengan diberi kemuliaan, kemenangan, dan penguasaan. Siapa di antara kalian yang melakukan amal akhirat untuk mendapatkan dunia, maka di akhirat dia tidak mendapatkan bagian sama sekali.” (HR. Ahmad, no. 21223 dan lainnya dishahihkan oleh Al-Albani)

Dari Zaid bin Tsabit radhiallahu anhu berkata, aku mendengar Rasulullah sallallahu alaihi  wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ، فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ، جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ .

“Siapa yang urusan dunianya menjadi tujuan utamanya, Maka Allah akan cerai beraikan urusannya dan dijadikan kefakiran selalu terbayang di kedua matanya dan dunia tidak mendatanginya kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya. Dan siapa yang akhirat menjadi orientasinya,  maka Alah akan rapihkan urusannya, diberikan kecukupuan di hatinya dan dunia akan tunduk mendatanginya.” (HR. Ibnu Majah, no. 4105 dishahihkan oleh Al-Albani)

Oleh karena itu di antara doa Nabi sallallahu alaihi  wa sallam adalah memohon  agar jangan sampai dunia menjadi tujuan utamanya dan cita-cita terbesarnya

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhua berkata, “Jarang sekali Rasulullah sallalahu’alaihi wa sallam sampai berdiri dari majlisnya untuk berdoa dengan doa-doa berikut ini untuk para shahabatnya;

 اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

“Ya Allah karuniakan kami rasa takut kepada-Mu yang dapat menghalangi antara kami dengan kemaksiatan kepada-Mu, dari ketaatan kepada-Mu yang dapat mengantarkan kami  ke surga-Mu. Dan dari keyakinan yang dapat meringankan musibah dunia kami. Dan berikan kami nikmat pendengaran, penglihatan dan kekuatan, selagi kami masih hidup dan jadikan terus sebagai nikmat kami hingga wafat, balaskan untuk kami terhadap orang yang telah berbuat zalim kepada kami, tolong kami menghadapi orang yang memusuhi kami, jangan Engkau timpakan musibah terhadap agama kami, dan janganlah Engkau jadikan dunia adalah cita-cita terbesar kami dan setinggi keinginan kami. Dan janganlah Engkau kuasakan kepada kami orang yang tidak menyayangi kami.” (HR. Tirmizi, no.  3502 dinyatakan hasan oleh Al-Albani)

Perkara kedua yang tercela adalah seorang hamba memiliki kecintaan terhadap dunia sampai dia tidak peduli apakah mendapatkannya dengan cara halal atau haram.

Dari Abu Umamah berkata, Rasulullah sallallahu alaihi  wa sallam bersabda:

إِنَّ رَوْحَ الْقُدُسِ نَفَثَ فِي رُوعِيَ أَنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ أَجَلَهَا ، وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَهَا ، فَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، وَلَا يَحْمِلَنَّ أَحَدَكُمُ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ يَطْلُبَهُ بِمَعْصِيَةٍ ؛ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلَّا بِطَاعَتِهِ

Sesungguhnya Rūhul Qudus (Jibrīl) telah meniupkan di dalam hatiku bahwa sebuah jiwa tidak akan meninggal sampai sempurna ajalnya dan sempurna rizqinya. Maka hendaklah kalian perbaiki cara mencari rizqi kalian. Janganlah sampai salah seorang diantara kalian mencari rizqi dengan maksiat karena melihat lambatnya rizqi, karena sesungguhnya tidak dicari apa yang ada di sisi Allāh kecuali dengan keta’atan kepadaNya.” (HR. Abu Nu’aim dalam kitab ‘Al-hilyah, 10/26 dan lainnya, dinyatakan shahih oleh Al-Albani)

Dengan dua perkara ini ini, sibuk urusan dunia dan mengabaikan akhirat dan mencarinya tidak peduli apakah halal atau haram, maka seseorang harus harus berhati-hati sibuk dengannya atau hanya berharap semata.

Abu Muawiyah Al-Aswad berkata, “Siapa yang menjadikan dunia cita-cita terbesarnya, maka nanti pada hari kiamat akan panjang kegundahannya.”

Maslamah bin Abdul Malik berkata, “Sesungguhnya orang yang paling sedikit kegundahan di akhirat, adalah orang yang paling sedikit kegundahannya di dunia.” (HR. Ibnu Abi Dunya di kitab Dzammud Dunya, 283, 284).

Kesimpulannya:

Bahwa ungkapan yang disebutkan dalam pertanyaan itu tidak shahih dari Nabi sallallahu alaIhi wa sallam, dan tidak shahih sediktpun larangan berdoa untuk kebaikan dunia. Serta tidak shahih bahwa berdoa dengannya itu akan mendatangkan kegundahan.

Akan tetapi, harus hati-hati dengan sikap sibuk dengan urusan dunia dengan mengabaikan urusan akhirat, atau mencarinya dengan cara yang tidak halal. Sallallahu alaihi

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam