Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Berkurban Atas Nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- Dan Hukumnya Hadits Yang Menyatakan Hal Itu

Pertanyaan

Apakah sah jika seorang muslim menyembelih hewan kurban dengan mengatasnamakan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ?, dan bagaimanakah pendapat para ulama dalam masalah ini ?. Sejauh mana keshahihan hadits dan bagaimana arahannya ?, Dari Hansyin dari Ali –radhiyallahu ‘anhu-:

" أنه كان يضحي بكبشين أحدهما عن النبي صلى الله عليه وسلم ، والآخر عن نفسه ، فقيل له : فقال : أمرني به ، يعني النبي صلى الله عليه وسلم، فلا أدعه أبداً " . رواه الترمذي وأبو داود .

“Bahwa beliau telah menyembelih 2 ekor kambing, salah satunya atas nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan yang satu lagi atas nama dirinya. Ada yang bertanya kepada beliau, beliau menjawab: “Beliau (Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-) yang telah menyuruh kami”, maka saya tidak akan meninggalkannya selamanya”. (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Tidak boleh bagi seseorang menyembelih kurban atas nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-; karena hukum asal dari ibadah adalah dilarang dan bersifat pemberian sampai berpahala jika menunjukkan sebaliknya.

Adapun hadits yang disebutkan oleh penanya di atas telah diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan telah dilemahkan oleh Syeikh Albani dan yang lainnya sebagaimana yang akan dijelaskan berikutnya in sya Allah.

Tirmidzi (1495) berkata:

“Muhammad bin Ubaid Al Muharibi Al Kufi telah meriwayatkan kepada kami, Syuraik telah meriwayatkan kepada kami  dari Abi Hasna’ dari Hakam dari Hanasy dari Ali berkata:

" أَنَّهُ كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِ أَحَدُهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَالْآخَرُ عَنْ نَفْسِهِ ، فَقِيلَ لَهُ ، فَقَالَ : أَمَرَنِي بِهِ يَعْنِي النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَا أَدَعُهُ أَبَدًا "

“Bahwa beliau telah menyembelih 2 ekor kambing, salah satunya atas nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan yang satu lagi atas nama dirinya. Ada yang bertanya kepada beliau, beliau menjawab: “Beliau (Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-) yang telah menyuruh kami”, maka saya tidak akan meninggalkannya selamanya”. (HR. Tirmidzi dan Abu Daud)

Lalu beliau berkata setelah meriwayatkan hadits tersebut: “Ini hadits yang gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Syuraik”.

Imam Ahmad (1219) dan Abu Daud (2790) telah meriwayatkan dari jalur Syuraik bin Abdullah Al Qadhi dengan kata: “Al Wasiat”. 

Utsman bin Abi Syaibah telah meriwayatkan kepada kami, Syuraik telah meriwayatkan kepada kami dari Abu Hasna’ dari Hakam dari Hanasy berkata: “Saya melihat Ali telah berkurban dua ekor kambing, saya berkata kepadanya: “Apa ini ?”, beliau berkata:

إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصَانِي أَنْ أُضَحِّيَ عَنْهُ فَأَنَا أُضَحِّي عَنْهُ " .

“Sungguh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah berwasiat kepadaku agar aku berkurban atas nama beliau, maka saya berkurban atas nama beliau”.

Al Mubarakfuri –rahimahullah- berkata:

“Al Mundziri berkata: “Hanasy adalah Abu Muktamar Al Kanani Ash Shan’ani, ada beberapa yang membicarakan tentangnya, Ibnu Hibban Al Basti berkata: “Beliau itu banyak salah dan rancunya dalam periwayatan hadits, meriwayatkan dari Ali secara personal yang tidak menyamai hadits-hadits yang terpercaya sehingga sampai termasuk dalam kategori orang yang tidak diambil periwayatannya.

Syuraik adalah Ibnu Abdillah Al Qadhi ada banyak pembicaraan tentangnya, Imam Muslim telah menjeskannya di dalam Al Mutaba’at.

Saya berkata: “Abul Hasna’ adalah syeikhnya Abdullah yang tidak dikenal sebagaimana yang anda ketahui, maka hadits ini adalah lemah”. (Tuhfatul Ahwadzi)

Syeikh Albani –rahimahullah- berkata:

“Saya berkata: “Sanad (mata rantainya) lemah, karena lemahnya hafalannya Syuraik –beliau adalah Ibnu Abdillah Al Qadhi-.

Hanasy adalah anaknya Mu’tamar Ash Shan’ani, jumhur ulama telah mendha’ifkannya.

Abul Hasna’ termasuk yang tidak dikenal”. (Dha’if Abu Daud)

Syeikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad –hafidzahullah- juga telah mendha’ifkannya, sebagaimana di dalam syarahnya Sunan Abu Daud; karena beberapa alasan sebelumnya.

Jika sudah ditetapkan bahwa hadits tersebut dha’if, maka kita beramal mengikuti yang pokok, hukum pokoknya adalah tidak boleh berkurban atas nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Syeikh Abdul Muhsin Al Abbad –hafidzahullah- berkata:

“Manusia pada saat berkurban, maka berkurban untuk dirinya dan keluarganya, ia juga bisa berkurban atas nama keluarganya yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia.  Jika seseorang berwasiat agar disembelihkan untuknya, maka sembelihkan kurban untuknya. Adapun berkuban atas nama mayyit saja secara terpisah, maka kami tidak mengetahui dalil yang baku menunjukkan hal itu. Akan tetapi bahwa ia berkurban untuk dirinya, keluarga dan kerabatnya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, maka tidak masalah. Karena telah disebutkan di dalam sunnah yang menunjukkan hal tersebut, maka mereka yang sudah meninggal dunia diikutkan saja. Adapun berkurban atas nama mereka yang sudah meninggal dunia secara terpisah (bukan keluarganya) dan secara personal, tidak ada wasiat apa-apa sebelumnya, maka saya tidak mengetahui dalil yang menunjukkan hal itu”.

Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ali –radhiyallahu ‘anhu- bahwa beliau berkurban 2 ekor kambing kibas dan berkata: “Sungguh Nabi –shallalahu ‘alaihi wa sallam- telah berwasiat kepadanya”. Hal ini tidak bisa dipastikan dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- karena di dalam sanadnya ada orang yang tidak dikenal, di dalamnya juga ada seorang perawi yang dibicarakan oleh ulama yang terkenal. Jika seseorang ingin sampai kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- karena sebab tingginya derajat dan tingginya kedudukan maka hendaknya ia berijtihad dalam amal sholeh untuk dirinya sendiri, karena sunggu Allah –ta’ala- telah memberikan kepada Nabi-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana sama dengan apa yang Dia berikan kepadanya; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang telah memberikan petunjuk dalam kebaikan:

( ومن دل على خير فله مثل أجر فاعله )

“Barang siapa yang telah memberikan petunjuk kebaikan, maka baginya pahala sama persis dengan pelakunya”.

(Syarah Sunan Abu Daud)

Kalau saja dianggap hadits tersebut shahih, maka hal itu berlaku khusus untuk masalah wasiat, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu daud, dan Nabi –shallalahu ‘alaihiwa salam- tidak berwasiat kepada seseorang pun kecuali kepada Ali –radhiyallahu ‘anhu-, maka hendaknya berhenti pada teks hadits dan tidak melampaui batas.

Untuk memperluas pengetahuan tentang hukumnya berkurban atas nama mayyit bisa dibaca pada jawaban soal nomor: 36596

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam